Tas punggung atau lebih dikenal sebagai tas ransel atau backpack merupakan wadah
penampung barang yang terdiri dari dua tali memanjang vertikal melewati bahu
dan dipakai di punggung. Bentuk umum dari jenis tas ini memungkinkan manusia
membawa beban berat karena pinggul lebih kuat dari bahu, sehingga dapat
menyeimbangkan tubuh serta mencegah beban mencederai tulang punggung.
Backpack sudah ada sejak zaman lampau, ketika masyarakat
membutuhkan alat untuk membawa keperluan mereka yang semakin banyak dan berat.
Selain itu, peperangan juga mempengaruhi perkembangan backpack baik dari segi
desain maupun material. Sebelum berbahan kain seperti sekarang, model tas
punggung zaman dulu bisa berbeda-beda, sesuai dengan identitas tiap budaya dan
fungsinya. Meskipun selain kain juga ada ransel kulit, tas
punggung yang dibuat secara tradisional (biasanya dengan cara dianyam) bisa
disebut sebagai tas keranjang atau bakul. Tas keranjang ini dipakai masyarakat
zaman dahulu untuk membawa berbagai ragam barang, peralatan, atau hasil
pertanian. Keranjang juga dibuat untuk kegiatan-kegiatan lain seperti memanjat,
mendaki, memanen, berburu, hingga mengambil air.
Seni membuat keranjang adalah salah satu dari sekian banyak
kerajinan kuno di dunia, dan masih belum ada asal-usul yang pasti dari mana dan
siapa yang menciptakan alat ini. Walau begitu, desain dari jenis tas punggung
yang jadul ini masih sering digunakan sebagai inspirasi untuk generasi
penerusnya di zaman modern, lho! Biar gak penasaran silahkan simak ulasan di
bawah ini.
Bakul Tambok, Indonesia
Bakul Tambok berasal dari Kalimantan, Indonesia. Terbuat
dari rotan, Bakul Tambok biasa digunakan oleh masyarakat Bidayuh, suku yang
tersebar di tanah Sarawak, Malaysia serta bagian utara Kalimantan Barat. Mereka
adalah kelompok masyarakat atau suku yang masih terhubung dengan suku Dayak
dari rumpun Klemantan.
Bakul Tambok digunakan oleh masyarakat Bidayuh untuk
mengangkut hasil panen mereka. Bakul Tambok berbentuk silinder dan memiliki
empat sokongan kayu pada tubuhnya. Ia digunakan sebagai tempat hasil memanen
dari hutan, serta untuk menyimpan padi atau beras. Bakul ini dibawa dengan cara
yang tidak biasa, yaitu dengan cara memasang tali lebar bakul pada dahi
pemakainya.
Gerla - Cista Cibaria, Italia
Hampir sama kegunaannya dengan Bakul Tambok dari Kalimantan,
tas keranjang Gerla dari Italia ini juga dipakai rakyat Italia untuk menyimpan
dan membawa hasil perkebunan mereka. Tas keranjang ini memang berasal dari
Italia, namun ia juga memiliki akar budaya dari masa Roma lampau. Hanya saja,
dulu tas ini tidak disebut dengan nama Gerla, melainkan dengan nama Cista
Cibaria. Cara menggunakannya sama seperti tas ransel modern yang kita kenal
saat ini, yaitu dengan mengaitkan kedua tali bahu pada pundak pemakainya.
Tragekorb, Jerman
Selain di Italia, keranjang anyaman tradisional juga banyak
digunakan di negara-negara Eropa, dan salah satunya adalah Jerman. Tragekorb,
yang secara harafiah berarti “woven basket” atau keranjang anyaman, digunakan
oleh para petani untuk menampung hasil panen buah atau jamur mereka. Desain
dari tas ini banyak menginspirasi tas anyam modern yang juga digunakan untuk
memanen jamur saat ini. Tas macam ini sekarang bisa banyak ditemukan di daerah
Amerika Serikat atau Italia.
Pasiking, Filipina
Tas tradisional ini diketahui pertama digunakan oleh
berbagai suku di wilayah Luzon Utara, Filipina. Pasiking digunakan masyarakat
Filipina yang tinggal di daerah pegunungan untuk membawa bermacam barang.
Tampilannya yang rumit dikatakan memiliki unsur religius, namun tetap harus dibuat
dengan nilai estetik tinggi. Seluruh tubuh tas Pasiking terbuat dari rotan yang
dianyam, sedangkan rumbai-rumbai yang terpasang dibuat dari serat daun panjang
pada tanaman nanas. Tidak hanya mempercantik, tapi serat-serat itu juga
berfungsi sebagai penahan air, sehingga masyarakat Filipina dulu tidak hanya
menggunakan pasiking sebagai tas, tapi juga jas hujan. Jadi, bisa dibilang
kalau Pasiking ini salah satu tas ransel dengan rain cover pertama yang pernah
ada di dalam sejarah backpack. Menarik banget ya, Sob?
Doko, Nepal
Nepal adalah negara yang sering dituju para pecinta alam –
terutama pendaki gunung atau hiker – yang ingin mendaki atau sekadar menikmati
keindahan Gunung Himalaya. Salah satu kelompok masyarakat yang tinggal di
sekitar wilayah Himalaya ini adalah suku Sherpa. Suku Sherpa sendiri sangat
terkenal dengan keahlian memanjat dan mendaki gunung, sehingga mereka selalu
dicari para pendatang untuk menjadi guide alias penunjuk jalan selama
pendakian. Keahlian itu juga membuat Suku Sherpa sering dimintai tolong untuk
menjadi porter yang membawa barang-barang para pendaki selama perjalanan.
Selain tubuh yang kuat, mereka juga memanfaatkan tas tradisional mereka yang
dibuat dari anyaman bambu bernama Doko.
Doko memiliki bentuk seperti cone es krim atau bentuk “V”.
Sekilas, Doko tampak sangat sederhana, tapi bahannya yang kuat sangat efektif
untuk menahan beban berat yang dibawa para porter. Sebuah tali dikaitkan pada
doko lalu dipasang di sekitar kepala untuk menahan berat beban. Namun, tiap
porter menyeimbangkannya dengan menyenderkan barang bawaan pada punggung mereka
dan menggunakan tongkat yang disebut tokma selama perjalanan. Beban yang dibawa
masing-masing porter bisa melebihi beban tubuh porter itu sendiri, bahkan ada
yang bisa membawa beban hingga 120 kilogram atau lebih.
Nah, itulah beberapa “nenek moyang” dari tas ransel yang biasa kita pakai ke
kantor, sekolah, atau jalan-jalan saat ini. Uniknya, setiap negara memiliki
teknik yang sama untuk membuat tas keranjang mereka, yaitu dengan cara
menganyam. Fungsi tiap tas pun pada dasarnya sama, yaitu untuk mengangkut
barang hasil panen, dan fungsi lainnya, menyesuaikan dengan nilai budaya dari
negara-negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar